gravatar

MLM dalam Islam,Halal atau Haram??

Share/Bookmark

               Multilevel marketing secara harfiah adalah pemasaran yang dilakukan melalui banyak level atau tingkatan, yang biasanya dikenal dengan istilah up line (tingkat atas) dan down line (tingkat bawah). Up line dan down line umumnya mencerminkan hubungan pada dua level yang berbeda atas dan bawah, maka seseorang disebut up line jika mempunyai down line, baik satu maupun lebih. Bisnis yang menggunakan multilevel marketing ini memang digerakkan dengan jaringan, yang terdiri dari up line dan down line. Meski masing-masing perusahaan dan pebisnisnya menyebut dengan istilah yang berbeda-beda. Demikian juga dengan bentuk jaringannya, antara satu perusahaan dengan yang lain, mempunyai aturan dan mekanisme yang berbeda; ada yang vertikal, dan horisontal. Misalnya, Gold Quest dari satu orang disebut TCO (tracking centre owner), untuk mendapatkan bonus dari perusahaan, dia harus mempunyai jaringan; 5 orang di sebelah kanan, dan 5 orang di sebelah kiri, sehingga baru disebut satu level. Kemudian disambung dengan level-level berikutnya hingga sampai pada titik level tertentu ke bawah yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Masing-masing level tersebut kemudian mendapatkan bonus (komisi) sesuai dengan ketentuan yang dibuat oleh perusahaan yang bersangkutan. Meski perusahaan ini tidak menyebut dengan istilah multilevel marketing, namun diakui atau tidak, sejatinya praktek yang digunakan adalah praktek multilevel marketing.




Demikian halnya dengan praktek pebisnis yang lainnya dengan aturan dan mekanisme yang berbeda. Misalnya, dari atas ke bawah, tanpa ditentukan struktur horizontalnya, tetapi langsung dari atas ke bawah. Setelah itu, masing-masing level tadi mendapatkan bonus dari perusahaan yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang dipatok oleh masing-masing perusahaan yang diikutinya.



Untuk masuk dalam jaringan bisnis pemasaran seperti ini, biasanya setiap orang harus menjadi member (anggota jaringan) —ada juga yang diistilahkan dengan sebutan distributor— kadangkala membership tersebut dilakukan dengan mengisi formulir membership dengan membayar sejumlah uang pendaftaran, disertai dengan pembelian produk tertentu agar member tersebut mempunyai point, dan kadang tanpa pembelian produk. Dalam hal ini, perolehan point menjadi sangat penting, karena kadangkala suatu perusahaan multilevel marketing menjadi point sebagai ukuran besar kecilnya bonus yang diperoleh. Point tersebut bisa dihitung berdasarkan pembelian langsung, atau tidak langsung. Pembelian langsung biasanya dilakukan oleh masing-masing member, sedangkan pembelian tidak langsung biasanya dilakukan oleh jaringan member tersebut. Dari sini, kemudian ada istilah bonus jaringan. Karena dua kelebihan inilah, biasanya bisnis multilevel marketing ini diminati banyak kalangan. Ditambah dengan potongan harga yang tidak diberikan kepada orang yang tidak menjadi member.



Namun, ada juga point yang menentukan bonus member ditentukan bukan oleh pembelian baik langsung maupun tidak, melainkan oleh referee (pemakelaran) —sebagaimana istilah mereka— yang dilakukan terhadap orang lain, agar orang tersebut menjadi member dan include di dalamnya pembelian produk. Dalan hal ini, satu member Gold Quest harus membangun formasi 5-5 untuk satu levelnya, dan cukup sekali pendaftaran diri menjadi membership, maka member tersebut tetap berhak mendapatkan bonus. Tanpa dihitung lagi, berapa pembelian langsung maupun tak langsungnya. Pada prinsipnya tidak berbeda dengan perusahaan lain. Seorang member/distributor harus menseponsori orang lain agar menjadi member/distributor dan orang ini menjadi down line dari orang yang menseponsorinya (up line-nya). Begitu seterusnya up line “harus” membimbing down line-nya untuk mensponsori orang lain lagi dan membentuk jaringan. Sehingga orang yang menjadi up line akan mendapat bonus jaringan atau komisi kepemimpinan. Sekalipun tidak ditentukan formasi jaringan horizontal maupun vertikalnya.



Fakta Umum Multilevel Marketing



Dari paparan di atas, jelas menunjukkan bahwa multilevel marketing —sebagai bisnis pemasaran— tersebut adalah bisnis yang dibangun berdasarkan formasi jaringan tertentu; bisa top-down (atas-bawah) atau left-right (kiri-kanan), dengan kata lain, vertikal atau horizontal; atau perpaduan antara keduanya. Namun formasi seperti ini tidak akan hidup dan berjalan, jika tidak ada benefit (keuntungan), yang berupa bonus. Bentuknya, bisa berupa (1) potongan harga, (2) bonus pembelian langsung, (3) bonus jaringan –istilah lainnya komisi kepemimpinan. Dari ketiga jenis bonus tersebut, jenis bonus ketigalah yang diterapkan di hampir semua bisnis multilevel marketing, baik yang secara langsung menamakan dirinya bisnis MLM ataupun tidak, seperti Gold Quest. Sementara bonus jaringan adalah bonus yang diberikan karena faktor jasa masing-masing member dalam membanguan formasi jaringannya. Dengan kata lain, bonus ini diberikan kepada member yang bersangkutan, karena telah berjasa menjualkan produk perusahaan secara tidak langsung. Meski, perusahaan tersebut tidak menyebutkan secara langsung dengan istilah referee (pemakelaran) seperti kasus Gold Quest, —istilah lainnya sponsor, promotor— namun pada dasarnya bonus jaringan seperti ini juga merupakan referee (pemakelaran).



Karena itu, posisi member dalam jaringan MLM ini, tidak lepas dari dua posisi: (1) pembeli langsung, (2) makelar. Disebut pembeli langsung manakala sebagai member, dia melakukan transaksi pembelian secara langsung, baik kepada perusahaan maupun melalui distributor atau pusat stock. Disebut makelar, karena dia telah menjadi perantara —melalui perekrutan yang telah dia lakukan— bagi orang lain untuk menjadi member dan membeli produk perusahaan tersebut. Inilah praktek yang terjadi dalam bisnis MLM yang menamakan multilevel marketing, maupun refereal business.



Dari sini, kasus tersebut bisa dikaji berdasarkan dua fakta di atas, yaitu fakta pembelian langsung dan fakta makelar. Dalam prakteknya, pembelian langsung yang dilakukan, disamping mendapatkan bonus langsung, berupa potongan, juga point yang secara akumulatif akan dinominalkan dengan sejumlah uang tertentu. Pada saat yang sama, melalui formasi jaringan yang dibentuknya, orang tersebut bisa mendapatkan bonus tidak langsung. Padahal, bonus yang kedua merupakan bonus yang dihasilkan melalui proses pemakelaran, seperti yang telah dikemukakan.



Hukum Syara’ Seputar Dua Akad dan Makelar



Dari fakta-fakta umum yang telah dikemukakan di atas, bisa disimpulkan bahwa praktek multilevel marketing tersebut tidak bisa dilepaskan dari dua hukum, bisa salah satunya, atau kedua-duanya sekaligus:



1. Hukum dua akad dalam satu transaksi, atau yang dikenal dengan istilah shafqatayn fi shafqah, atau bay’atayn fi bay’ah. Akad pertama adalah akad jual-beli (bay’), sedangkan akad kedua akad samsarah (pemakelaran).



2. Hukum pemakelaran atas pemakelaran, atau samsarah ‘ala samsarah. Up line atau TCO atau apalah namanya, adalah simsar (makelar), baik bagi pemilik (malik) langsung, atau tidak, yang kemudian memakelari down line di bawahnya, dan selanjutnya down line di bawahnya menjadi makelar bagi down line di bawahnya lagi.



Mengenai kasus shafqatayn fi shafqah, atau bay’atayn fi bay’ah, telah banyak dinyatakan dalam hadits Nabis Saw, antara lain, sebagai berikut:



1. Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, an-Nasa’i dan at-Tirmidzi, dari Abu Hurairah ra. Yang menyatakan:



“Nabi Saw, telah melarang dua pembelian dalam satu pembelian.”*1)



Dalam hal ini, asy-Syafi’i memberikan keterangan (syarh) terhadap maksud bay’atayn fi bay’ah (dua pembelian dalam satu pembelian), dengan menyatakan:



Jika seseorang mengatakan: “Saya jual budak ini kepada anda dengan harga 1000, dengan catatan anda menjual rumah anda kepada saya dengan harga segini. Artinya, jika anda menetapkan milik anda menjadi milik saya, sayapun menetapkan milik saya menjadi milik anda.”*2)



Dalam konteks ini, maksud dari bay’atayn fi bay’ah adalah melakukan dua akad dalam satu transaksi, akad yang pertama adalah akad jual beli budak, sedangkan yang kedua adalah akad jual-beli rumah. Namun, masing-masing dinyatakan sebagai ketentuan yang mengikat satu sama lain, sehingga terjadilah dua transaksi tersebut include dalam satu aqad.



2. Hadits dari al-Bazzar dan Ahmad, dari Ibnu Mas’ud yang menyatakan:



“Rasululllah Saw telah melarang dua kesepakatan (aqad) dalam satu kesepakatan (aqad).”*3)



Hadits yang senada dikemukan oleh at-Thabrani dalam kitabnya, al-Awsath, dengan redaksi sebagai berikut:



“Tidaklah dihalalkan dua kesepakatan (aqad) dalam satu kesepakatan (aqad).”*4)



Maksud hadits ini sama dengan hadits yang telah dinyatakan dalam point 1 di atas. Dalam hal ini, Rasulullah Saw, dengan tegas melarang praktek dua akad (kesepakatan) dalam satu aqad (kesepakatan).



3. Hadits Ibn Majah, al-Hakim dan Ibn Hibban dari ‘Amr bin Syuyb, dari bapaknya, dari kakeknya, dengan redaksi:



“Tidak dihalalkan salaf (akad pemesanan barang) dengan jual-beli, dan tidak dihalalkan dua syarat dalam satu transaksi jual-beli.”*5)



Hadits ini menegaskan larangan dalam dua konteks hadits sebelumnya, dengan disertai contoh kasus, yaitu akad salaf, atau akad pemesanan barang dengan pembayaran di depan, atau semacam inden barang, dengan akad jual-beli dalam satu transaksi, atau akad. Untuk mempertegas konteks hadits yang terakhir ini, penjelasan as-Sarakhsi —penganut mazhab Hanafi— bisa digunakan. Beliau juga menjelaskan, bahwa melakukan transaksi jual-beli dengan ijarah (kontrak jasa) dalam satu akad juga termasuk larangan dalam hadits tersebut.*6)



Dari dalalah yang ada, baik yang menggunakan lafadz naha (melarang), maupun lâ tahillu/yahillu (tidak dihalalkan) menunjukkan, bahwa hukum muamalah yang disebutkan dalam hadits tersebut jelas haram. Sebab, ada lafadz dengan jelas menunjukkan keharamannya, seperti lâ tahillu/yahillu. Ini mengenai dalil dan hukum yang berkaitan dengan dua transaksi dalam satu akad, serta manath hukumnya.



Mengenai akad (shafqah)-nya para ulama’ mendefinisikannya sebagai:



Akad merupakan hubungan antara ijab dan qabul dalam bentuk yang disyariatkan, dengan dampak yang ditetapkan pada tempatnya.*7)



Maka, suatu tasharruf qawli (tindakan lisan) dikatakan sebagai akad, jika ada ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan), ijab (penawaran) dari pihak pertama, sedangkan qabul (penerimaan) dari pihak kedua. Ijab dan qabul ini juga harus dilakukan secara syar’i, sehingga dampaknya juga halal bagi masing-masing pihak. Misalnya, seorang penjual barang menyakan: “Saya jual rumah saya ini kepada anda dengan harga 50 juta”, adalah bentuk penawaran (ijab), maka ketika si pembeli menyakan: “Saya beli rumah anda dengan harga 50 juta”, adalah penerimaan (qabul). Dampak ijab-qabul ini adalah masing-masing pihak mendapatkan hasil dari akadnya; si penjual berhak mendapatkan uang si pembeli sebesar Rp. 50 juta, sedangkan si pembeli berhak mendapatkan rumah si penjual tadi. Inilah bentuk akad yang diperbolehkan oleh syara’.



Di samping itu, Islam telah menetapkan bahwa akad harus dilakukan terhadap salah satu dari dua perkara: zat (barang atau benda) atau jasa (manfaat). Misalnya, akad syirkah dan jual beli adalah akad yang dilakukan terhadap zat (barang atau benda), sedangkan akad ijarah adah akad yang dilakukan terhadap jasa (manfaat). Selain terhadap dua hal ini, maka akad tersebut statusnya bathil.



Adapun praktek pemakelaran secara umum, hukumnya adalah boleh berdasarkan hadits Qays bin Abi Ghurzah al-Kinani, yang menyatakan:



“Kami biasa membeli beberapa wasaq di Madinah, dan biasa menyebut diri kami dengan samasirah (bentuk plural dari simsar, makelar), kemudian Rasulullah Saw keluar menghampiri kami, dan menyebut kami dengan nama yang lebih baik daripada sebutan kami. Beliau menyatakan: ‘Wahai para tujjar (bentuk plural dari tajir, pedagang), sesungguhnya jual-beli itu selalu dihinggapi kelalaian dan sesumpah, maka bersihkan dengan sedekah’.”*8)



Hanya, yang perlu dipahami adalah fakta pemakelaran yang dinyatakan dalam hadits Rasulullah Saw sebagaimana yang dijelaskan oleh as-Sarakhsi ketika mengemukakan hadits ini adalah:



”Simsar adalah sebutan untuk orang yang bekerja untuk orang lain dengan kompensasi (upah atau bonus). Baik untuk menjual maupun membeli.”*9)



Ulama’ penganut Hambali, Muhammad bin Abi al-Fath, dalam kitabnya, al-Mutalli’, telah meyatakan definisi tentang pemakelaran, yang dalam fiqih dikenal dengan samsarah, atau dalal tersebut, seraya menyakan:



“Jika (seseorang) menunjukkan dalam transaksi jual-beli; dikatakan: saya telah menunjukkan anda pada sesuatu —dengan difathah dal-nya, dalalat(an), dan dilalat(an), serta didahmmah dalnya, dalul(an), atau dululat(an)— jika anda menunjukkan kepadanya, yaitu jika seorang pembeli menunjukkan kepadanya, maka orang itu adalah simsar (makelar) antara keduanya (pembeli dan penjual), dan juga disebut dalal.”*10)



Dari batasan-batasn tentang pemakelaran di atas, bisa disimpulkan, bahwa pemakelaran itu dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain, yang berstatus sebagai pemilik (malik). Bukan dilakukan oleh seseorang terhadap sesama makelar yang lain. Karena itu, memakelari makelar atau samsarah ‘ala samsarah tidak diperbolehkan. Sebab, kedudukan makelar adalah sebagai orang tengah (mutawassith). Atau orang yang mempertemukan (muslih) dua kepentingan yang berbeda; kepentingan penjual dan pembeli. Jika dia menjadi penengah orang tengah (mutawwith al-mutawwith), maka statusnya tidak lagi sebagai penengah. Dan gugurlah kedudukannya sebagai penengah, atau makelar. Inilah fakta makelar dan pemakelaran.



Hukum Dua Akad Dan Makelar Dalam Praktek MLM



Mengenai status MLM, maka dalam hal ini perlu diklasifikasikan berdasarkan fakta masing-masing. Dilihat dari aspek shafqatayn fi shafqah, atau bay’atayn fi bay’ah, maka bisa disimpulkan:



1. Ada MLM yang membuka pendaftaran member, yang untuk itu orang yang akan menjadi member tersebut harus membayar sejumlah uang tertentu untuk menjadi member —apapun istilahnya, apakah membeli posisi ataupun yang lain— disertai membeli produk. Pada waktu yang sama, dia menjadi referee (makelar) bagi perusahaan dengan cara merekrut orang, maka praktek MLM seperti ini, jelar termasuk dalam kategori hadits: shafqatayn fi shafqah, atau bay’atayn fi bay’ah. Sebab, dalam hal ini, orang tersebut telah melakukan transaksi jual-beli dengan pemakelaran secara bersama-sama dalam satu akad. Maka, praktek seperti ini jelas diharamkan sebagaimana hadits di atas.



2. Ada MLM yang membuka pendaftaran member, tanpa harus membeli produk, meski untuk itu orang tersebut tetap harus membayar sejumlah uang tertentu untuk menjadi member. Pada waktu yang sama membership (keanggotaan) tersebut mempunyai dampak diperolehnya bonus (point), baik dari pembelian yang dilakukannya di kemudian hari maupun dari jaringan di bawahnya, maka praktek ini juga termasuk dalam kategori shafqatayn fi shafqah, atau bay’atayn fi bay’ah. Sebab, membership tersebut merupakan bentuk akad, yang mempunyai dampak tertentu. Dampaknya, ketika pada suatu hari dia membeli produk –meski pada saat mendaftar menjadi member tidak melakukan pembelian– dia akan mendapatkan bonus langsung. Pada saat yang sama, ketentuan dalam membership tadi menetapkan bahwa orang tersebut berhak mendapatkan bonus, jika jaringan di bawahnya aktif, meski pada awalnya belum. Bahkan ia akan mendapat bonus (point) karena ia telah mensponsori orang lain untuk menjadi member. Dengan demikian pada saat itu ia menandatangani dua akad yaitu akad membership dan akad samsarah (pemakelaran).



3. Pada saat yang sama, MLM tersebut membuka membership tanpa disertai ketentuan harus membeli produk, maka akad membership seperti ini justru merupakan akad yang tidak dilakukan terhadap salah satu dari dua perkara, zat dan jasa. Tetapi, akad untuk mendapad jaminan menerima bonus, jika di kemudian hari membeli barang. Kasus ini, persis seperti orang yang mendaftar sebagai anggota asuransi, dengan membayar polis asuransi untuk mendapatkan jaminan P.T. Asuransi. Berbeda dengan orang yang membeli produk dalam jumlah tertentu, kemudian mendapatkan bonus langsung berupa kartu diskon, yang bisa digunakan sebagai alat untuk mendapatkan diskon dalam pembelian selanjutnya. Sebab, dia mendapatkan kartu diskon bukan karena akad untuk mendapatkan jaminan, tetapi akad jual beli terhadap barang. Dari akad jual beli itulah, dia baru mendapatkan bonus. Dan karenanya, MLM seperti ini juga telah melanggar ketentuan akad syar’i, sehingga hukumnya tetap haram.



Ini dilihat dari aspek shafqatayn fi shafqah, atau bay’atayn fi bay’ah, yang jelas hukumnya haram. Adapun dilihat dari aspek samsarah ‘ala samsarah, maka bisa disimpulkan, semua MLM hampir dipastikan mempraktekkan samsarah ‘ala samsarah (pemakelaran terhadap pemakelaran). Karena justru inilah yang menjadi kunci bisnis multilevel marketing. Karena itu, dilihat dari aspek samsarah ‘ala samsarah, bisa dikatakan MLM yang ada saat ini tidak ada yang terlepas dari praktek ini. Padahal, sebagaimana yang dijelaskan di atas, praktek samsarah ‘ala samsarah jelas bertentangan dengan praktek samsarah dalam Islam. Maka, dari aspek yang kedua ini, MLM yang ada saat ini, prakteknya jelas telah menyimpang dari syariat islam. Dengan demikian hukumnya haram.



Kesimpulan



Inilah fakta, dalil-dalil, pandangan ulama’ terhadap fakta dalil serta status tahqiq al-manath hukum MLM, dilihat dari aspek muamalahnya. Analisis ini berpijak kepada fakta aktivitasnya, bukan produk barangnya, yang dikembangkan dalam bisnis MLM secara umum. Jika hukum MLM dirumuskan dengan hanya melihat atau berpijak pada produknya —apakah halal ataukah haram— maka hal itu justru meninggalkan realita pokoknya, karena MLM adalah bentuk transaksi (akad) muamalah. Oleh karenanya hukum MLM harus dirumuskan dengan menganalisis keduanya, baik akad (transaksi) maupun produknya. Mengenai akad (transaksi) maupun produknya. Mengenai akad (transaksi) yang ada dalam MLM telah dijelaskan dalam paparan di atas.



Adapun dari aspek produknya, memang ada yang halal dan haram. Meski demikian, jika produk yang halal tersebut diperoleh dengan cara yang tidak syar’i, maka akadnya batil dan kepemilikannya juga tidak sah. Sebab, kepemilikan itu merupakan izin yang diberikan oleh pembuat syariat (idzn asy-syari’) untuk memanfaatkan zat atau jasa tertentu. Izin syara’ dalam kasus ini diperoleh, jika akad tersebut dilakukan secara syar’i, baik dari aspek muamalahnya, maupun barangnya.



Dengan melihat analisis di atas maka sekalipun produk yang diperjual-belikan adalah halal, akan tetapi akad yang terjadi dalam bisnis MLM adalah akad yang melanggar ketentuan syara’ baik dari sisi shafqatayn fi shafqah (dua akad dalam satu transaksi) atau samsarah ‘ala samsarah (pemakelaran atas pemakelaran); pada kondisi lain tidak memenuhi ketentuan akad karena yang ada adalah akad terhadap jaminan mendapat diskon dan bonus (point) dari pembelian langsung; maka MLM yang demikian hukumnya adalah haram.



Namun, jika ada MLM yang produknya halal, dan dijalankan sesuai dengan syariat Islam; tidak melanggar shafqatayn fi shafqah (dua akad dalam satu transaksi) atau samsarah ‘ala samsarah (pemakelaran atas pemakelaran). Serta ketentuan hukum syara’ yang lain, maka tentu diperbolehkan. Masalahnya adakah MLM yang demikian?!
....................readmore

gravatar

BENCANA DALAM RAGAM PANDANGAN (II)

Share/Bookmark

Tsunami Aceh tahun 2006
Diluar ketiga alam fikiran tersebut,hingga batas tertentu bencana juga melibatkan perspektif Ideologis atau politik,terutama yang terkait dengan perlaku elite dan Institusi-institusi pemerintahan,yang melahirkan tarik-menarik kebijakan dan langkah. Dalam konteks alam fikiran terdapat tiga pandangan manusia dalam mengkonstruksi bencana,yakni pandangan Mitologis,IlmuPengetahuan,dan Agama. Aspek Ideologi atau Politik dapat pula dimasukan,tetapi lebih banyak masuk kewilayah perebutan kepentingan,kendati terdapat pula basis pemikirannya yang tentu saja di Proyeksikan pada memenangkan kepentingan,sehingga realitas di Manikilasi oleh tafsur kepentingan.
    
Kita dapat menelaah bagaimana ketiga alam fikiran yang Dominan yakni mitos,Ilmu Pengetahuan, dan Agama tumbuh dan berkembang menjadi Sosiologi Pengetahuan (Sociology Of Kmowledge) dalam alam fikiran manusia baik sebagai individu maupun kolektif dalam memandang kenyataan hidup yang terjadi. Bagi gerakan-gerakan Islam seperti Muhammadiyah,pemahaman tentang alam fikiran manusia tersebut penting juga untuk memahami keragaman dunia pemikiran yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat,sekaligus menjadi masukan bagi kepentingan Dakwah Islam. Bagaimana Dakwah Islam masuk kemsyarakat dengan terlebih dahulu memahami kondisi Sosial dan Alam Fikiran yang tumbuh serta berkembang dalam kehidupan mereka. Termasuk dalam konteks terjadinya bencana alam dalam kehidupan masyarakat.
 Pandangan Mitologis
      Ketika terjadi gempa dan meletusnya gunung merapi di DIY dan Jateng,muncul sejumlah mitos atau pandangan berdasarkan kepercayaan tertentu. Bahwa bencana tersebut terjadi karena penunggu Laut Selatan dan Gunung Merapi tidak berkenan,kemudian menumpahkan kemarahannya. Pendapat juga muncul,garis Imajiner yang menyatukan gunung merepi di Utara,kraton di tengah,dan pantai di selatan,kehilangan keseimbangannya. Karna itu,harus ada “sesajen”atau suguhan,harus ada “larungan”,agar para penunggu alam tersebut mau bersahabat dengan manusia,tidak marah lagi. Mbah Marijan bahkan selalu bilang, “Gunung Merapi itu tidak meletus dan jangan bilang ada Wedhus Gembel,njeblug,tapi mbangum”. Intinya,Merapi itu tidakmeletus,tetapi sedang membangun. Di Bantul muncul gerakan bikin “Janur Kuning”,katanya titah kraton,agar terhindar dari marabahaya,kendati kemudian dibantah pihak kraton.
     Pernah,setelah terjadi tsunami dan gempa di Aceh 26 Desember 2004,tidak lama kemudian beredar kabar bahwa akan terjadi bencana serupa di DIY. Maka,warga DIY ramai-ramai bikin sayur lodeh (jangan lodeh),sebagai tolak-bala. Ternyata,kala itu tidak terjadi bencana,dan sebagian warga DIY lega-hati. Muncul juga anggapan kuat pada sebagian penduduk yang percaya pada mitos,bahwa di DIY tidak akan terjadi bencana atau apa-apa yang menimpa buruk,karena ada kraton ngayoyakarta hadiningrat,karena ada kanjeng sultan. Bahwa kemudian terjadi bencana,maka para pendukung dan penganut mitospun tidak memiliki jawaban apa-apa untuk membantahnya.
      Di tengah gempa dan musibah tang beruntun itu, tidak mengherankan jika muncul berbagai “peramal tradisional” hingga ke paranormal untuk menberi tafsir dan prediksi. Bahkan adayang berani meramal, daerah tertentu akan terrendam atau tenggelam berdasarkan “temuan-temuan” sang peramalatau paranormal itu. Mitos selalu megkonstruksi alam dan seluruh kejadian berdasarkan “nalar mitologis” yang serba “supranatular”, bukan pada “nalar –rasional’’. Memang alam mengandung banyak rahasia tak terungkap, maka makin menyuburkan mitis bagi masyarakat tradisional.
      Awalnya mitos memang tumbuh dari kesenjangan manusia tradisional tang tak mampu membaca dmemahami berbagai rahasia alam semesta, kemudian mencandranya dengan lengenda dan berbagai mitos. Ketika penduduk yang tersesat arus di pantai Parangtritis yng ganas dan tidak ditemukan mayatnya, maka kesimpulan mitos ialah,Sang Ratu Nyi Loro Kidhul sedang “murka” atau “ngersake” (meminta tumbal ). Padahal temuan tim ITB (Institut Teknologi Bandung) menunjukan, bahwa laut pantai Selatan di pulai Jawa termasuk di Parangtritis Bantul, memiliki kecuraman/ kedalaman yang luar biasa, sehingga jika benda terseret arus, maka akan sulit untuk kembali. Mitos mencari penjelasan kerahasiaan atau kedahsyatan alam pada kekuatan “gaib” yang “menguasai alam” sedangkan ilmu pengetahuan mencaripenjelasan pada tabiat alam, dan orang Islam atau beragama menentukan penjelasan sekain pada objektivas alam juga pada kepada Allah.
      Karena itu mitos tumbuh dalam masyarakat yang tradisional , kurang mencerna ilmu pengetahuan, kurang memiliki referensi keagamaan yang luas, dan dihimpit oleh brbagai stuktur kehidupan tang membuat mereka tak berdaya dan kemudian mencari penjelasan berdasarkan nalar- tradisional yang selama ini menguasai merka. Al-Quran menyatakan, mengilustrasikan masyarakat pemyembahan berhala dan sjenisnya sebagai “wajadna min abaina”, kami temukan hal itu sebagaimana diwariskan oleh generasi sebelum kami”, artinya tradisi dan nalar-tradisional yang telah turun-menurun.
      Karena itu, mitos pun bamyak yang mengarah dan menjelma menjadi tahayul, khurafat, dan kemusyrikan. Tetapi sebagian mitos lebih karena keterbatasan nalar masyarakat tradisional dalam menyaksikan dan mengalami hidup dalam fenomena alam yang kompleks. Masyarakat  yang berada dalam alam pikiran mitos atau mitos atau mitologis, memiliki kedetakatan dengan alam sedemikian rupa. Mereka bahkan menyatu dengan alam, sehingga menurut van persuen, tak dapat mengambil jarak dari alam. Ada kelebihan, masyarakat tradisional menjadi menyatu dan bersahabat, bahkan selalu ingin harmoni dengan alam. Kelemahannya, melahirkan konstruksi TBC.
Pandangan ilmu pengetahuan
    Lain mitos,lain pula ilmu pengetahuan dalam menjelaskan fenomena alam yang kompleks,termasuk soal bencana alam.ketika terjadi gempa,longsor,gunung berapi,tsunami,dan bencana alam lainnya mencoba mencari penjelasan secara ilmiah berdasarkan fakta-fakta tabiat alam yang di kontruksikan oleh temuan-temuan ilmiah sebelumnya serta teori-teori yang di kembangkan secara sistematik.ketika terjidi gempa misalnya,para ahli geologi mencari penjelasan pada sejarah gempa dan menumpuhkan eneri bumi di lokasi  tertentu,kemudian menyanmpaikan indikasi dan predikasi mengenai gempa.begitu pula dengan gejala alam lainnya.karena itu,Sultan Hamengkubuwono X,pernah menyatakan bahwa dirinya lebih percaya pada ilmu pengetahuan ketimbang cerita-cerita berdasarkan kepercayaan tertentu mengenai gunung berapi.Hal itu di ungkapkan ketika betapa sukitnya menyakinkan penduduk untuk mengungsi karena lebih menuruti mbah Maridjan masih tetap bertahan di sekitar Merapi.
      Ilmu pengetahuan didukung teori dan teknologi yang canggih dapat menjelaskan terjadinya bencana secara lebih objektif,rasional,dan berdasarkan pada perilaku alam sebagaimana apa adanya (factual).bukan dengan cerita-cerita dan legenda.itulah ciri dari dari masyarakat modern.namun karena fenomena alam dan tingkah lakunya seringkali kompleks dan multifactor,maka ilmu pengetahuan pun belum sepenuhnya dapat menjelaskan bencana alam secara ideal dan menyakinkan.Bagaimana pun ilmu pengetahuan memiliki keterbatasan.kapan pastinya gempa,tsunami,gunung meletus akan terjadi.Ilmu pengetahuan hanya dapat memberikan indikasi dan prediksi,tetapi tidak bisa memastikan.seeksak apa pun ilmu pengetahuan,selalu memiliki keterbatasan,himggah Peter Polangy pernah menyatakan,“ketakterungkapan ilmu”,artinya banyak wilayah kehidupan yang tak sepenuhnya dapat dicandra atau dijelaskan oleh ilmu pengetahuan.
       Namun keterbatasan ilmu pengethuan bukan berarti kita harus menolak kebenaran ilmu pengetahuan dan lebih mempercayai mitos.Mitos pun dalam batas tertentu dapat di jadikan masukan untuk menangkap fenomena alam,terutama dari isi harmoni dan kearifan local.bencana alam dengan segala hal kaitannya dapat dijeleskan oleh ilmu pengetahuan,sedangkan mitos pada aspek tertentu sekadar jadi salah satu masukan mengenai kerasiaan perilaku alam.selebihnya sebagaimana manusia mengambil keputusan dan sikap.
       Di sinilah pentingnya orang-orang beragama memiliki kekayaan referensi dalam memahami dunia dan semesta kehidupan secara multidimensi dan menyeluruh.jikapara mubaliqh,tokoh islam,dan para ustadz hanya menggunakan rujukan agama secara sempit dan terbatas,lebih-lebih tidak di dukung referensi keilmuan,maka dengan gampang menjelaskan bencana alam secara terbatas pula,bencana hanya di maknai sebagai azab,tanpa meliht hakikat,tabiat,dan fakta alam secara menyeluruh.      
( sumber  Majalah SUARA MUHAMMADIYAH Tanggal: 1-15 September 2006)
....................readmore

gravatar

BENCANA DALAM RAGAM PANDANGAN (I)

Share/Bookmark

Gempa jogja
     ACEH belum sembuh,setelah itu gempa berkekuatan 5,9 SR(sekala rechter)mengguncang DIY dan jawa tengah bagian selatan pada 27 mai 2006.akibatnya pun sama berat,kehancuran fisik yang juga dasyat,lebih duka lagi menelan korban lebih dari 6000 orang meninggal dunia,selain luka fisik dan trauma psikologis.dua bencana tersebut boleh dikatakan sebagai musibah nasional yang dahsyat.
Belum tuntas penanganan gempa di DIY dan jateng,gempa juga menimpa lampung dan maluku.tidak lama kemudian,senin 17 juli 2006 indonesia di guncang lagi bencana berangkai berupa gempa dan tsunami di pangandaran (ciamis),cilacap(jawa tengah),cipatujah(tasikmalaya),dan pameungpeuk(garut),yang pengaruh gempanya terasa hingga ke Jakarta dan pesisir selatan jawa timur.ratusan korban kembali berjatuhan,juga kehabcuran fisik dan lingkungan.setelah itu gempa beruntun terjadi pula di banten,goronntalo,sulawesi tengah,bali,pontianak,dan sebagian wilayah Sumatra.kini ancaman gempa dan tsunami telah mewabah dalam kehidupan masyarakat Indonesia terutama di wilayah-wilayah rawan kedua bencana tersebut.
     Bencana lain juga bermunculan.beberapa desa di porong,sidoarjo,jawa timur tiba-tiba dikejutkan oleh bencana Lumpur panas dari sumur eksplorasi lapindo barntas yang hingga lebih dari satu bulan belum teratasi.selain membanjiri beberapa desa,luapan lumpur panas itu juga telah memicu kanflik antara desa tetangga.sementara itu,bencana lain datang lagi.banjir besar menimpa sejumlah daerah Sulawesi selatan seperti sinjai,bantaeng,dan sebagainya.masyarakat di buat terkejut,daerah yang biasanya tidak banhir,tiba-tiba di timpa bencana alam dan juga menakutkan.banjir juga menimpa daerah Martapura di kalimantan selatan dan digorontalo,dan juga terbilang banjir besar.
    Juka didaerah-daerah tersebut terjadi bencana banjir, di wilayah atau di daerah lain justru kekeringan.leleringan melanda beberapa daerah di jawa barat (karawang,purwakarta,pandeglang,cianjur,dan lain-lain),Jawa tengah (pemalang,grobogan,dan daerah-daerah panti utara),dan lain-lain, yang menyebabkan penduduk kesulitan memperoleh air dan petani pun mengalami kerugian karena tidak dapat bercocok-tanam.diperkirakan hingga tiga bulan kedepan sejak Juli,di sejumlah daerah di indinesia akan mengalami kekeringan,yang menambah kesulitan hidup bagi penduduk setempat.kita tidak tahu bagaimana langkah dan antisifasi pemerintah dalam menghadapi rentetan bencana yang memilukan itu.apakah masih tetap semerawut dan tidak sigap dengan penanganan pasca bencana yang amburadul ? semoga tidak seperti itu agar bencana fisik tidak disertai bencana sosial dan politik,yang kian menambah beban rakyat.
    Indonesia kini sungguh telah menjadi negri bencana.bencana?begitulah istilah umum yang di pakai untuk menggambarkan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian buruk yang tidak diinginkan.orang islam menyebut bencana sebagai musibah,yang memiliki makna keagamaan.bencana memang melekat dengan kehidupan manusia,juga trauma yang di timbulkannya.kita diingatkan oleh allah tentang bencana atau musibah sebagai realitas kehidupan manusia didunia yang fana ini,sebagai mana firman-nya dalam Al-Quran,yang artinya :dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu,dengan sedikit ketakutan,kelaparan,kekurangan harta,juwa danbuah-buahan.dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (QS Al-Baqarah/2:155).islam memang banyak memberi banyak penjelasan yang lengkap dan filosofis seputar musibah dan peristiwa alam yantg sering disebut bencana itu.
     Istilah bencana,menuntut Kamus Besar Bahasa Indonesia,ialah  “sesutu yang menyebabkan(menimbulkan)kesusahan,kerugian,atau penderitaan ;malapetaka;kecelakaan;marabahaya.”.dalam sisi lain yang khusus,terutama dalam konteks perilaku manusia,bencana ialah “gangguan,godaan,tipuan”.pendek kata,bencana ialah segala sesuatu yang terjadi yang menimbulkan kesusahan hidup,baik berupa bencana alam maupun bencana sosial.jika banjir,gempa,tsunami,kekeringan,tanah longsor,luapan Lumpur panas,dan sejenisnya termasuk bencana alam;maka tragedy seperti perang dan konflik sosial dapat dikatakan sebagai bentuk dari bencana sosial.kecelakaan pesawat,kapal laut tenggelam,dan tragedy-tragedi serupa,dapat di golongkan kedalam bencana,lebih-lebih yang berskala besar,yang lebih dekat kebentuk bencana sosial atau kemanusiaan.
    Jika dilahat dari sebab-musababnya,bencana yang menimpa manusia atau masyarakat itu dapat dikelompokan kedalam beberapa kategori.Pertama,bencana yang murni akibat hukum atau tabi’at alam seperti gempa bumi dan tsunami,yang tidak memperoleh campur tangan manusia,kalau punada tentu sedikit dan tidak langsung.Kedua,bencana yang murni merupakan produk ulah manusia seperti perang,konflik,prmbunuhan massal(genocide),dan sebagainya.Ketiga,merupakan perpadauan antara tabi’at alam dan perilaku manusia seperti banjir,tanah longsor,hutan terbakar,kecelakaan lalulintas,dan sebagainya.Keempat,bencana yang langsung diturunkan Tuhan kepada manusia karena kedurhakaan atau kejahatan yang sudah melampaui batas seperti yang menimpa penduduk Saba’ di Yaman,kaum Madyan dan Fir’aun di Mesir,raja Abrahah yang menyerang Ka’bah,banjir dizaman Nabi Nuh,dan lain sebagainya.Dalam kenyataan nya,keempat sebab itu dapat saling berkaitan,sehingga bencana alam maupun sosial sering bersifat kompleks atau tidak sederhana.
      Karna itu,bencana atau musibah itu menjadi bagian dari persoalan hidup umat manusia sepanjang sejarah yang terkait dengan relasi manusia dalam berbagai lingkungan sistemnya,baik dalam hubungan denga Tuhan,sesama manusia,maupun alam raya.Bencana selalu terjadi dalam sejarah perjalanan manusia sejak dulu hingga kini,bahkan sampai kehidupan dunia ini berakhir,yang ditandai dengan kehadiran goncangan terbesar dan dahsyat(al-Zilzalah),yakni datangnya Hari Kiamat .Karena melekat dengan kehidupan manusia,maka sikap manusia dalam menghadapi bencana juga beragam sesuai dengan situasi-kondisi dan dalam pikiran yang melekat atau menyertainya.
      Beragam sikap atau prilaku manusia dalam menghadapi bencana. Ada yang cepat memahami dan sikap pasrah atas apa yang terjadi betapapun buruk, pahit, dan sulitnya. Ada pula yang memprotes atau memberontak serta tidak mau menerima kenyataan atas bencana yang terjadi. Lainnya, terdapat pula yang tidak menyadari bencana itu, sebagai sesuatu yang tidak sederhana, dan sekedar melihatnya secarafisik atau rasio (akal), sehingga bencana itu diletakan sekedar bencana belaka. Terdapat pula yang menyikap bencana dengan mengambil hikmah dan menariknya ke rahasian atau relasi ketuhanan, sehigga memberi bingkai maknawi atas bencana yang terjadi, betapapun pahit dan bratnya. Bahkan, terdapat manusia atau sekelompok orang yang memanfaatkan situasi bencana untuk kepentingan tertu, seperti politisasi bencana u ntuk kepentingan-kepentingan politik atau kepentingan lainnya. Manusia memang berangam, sehinnga bermacam-macam pula dalam menyikapi bencana, sebagaimana dalam menghadapi kehidupan di muka bumi ini.
       Bukan hanya keragaman sikap, bencana pun dimaknai atau dijelaskan atau ditafsirkan berdasarkan, pandangan-pandangan yang juga beraga. Dalam bahasa ilmu sosil, pandangan mengenai kenyataan yang terjadi seperti itu disebut dengan perspektif atau konstruksi. Realita kehipan seperti halnya bencana dijelaskan, di maknai, dan di tafsirkan berdasarkan sudut pandangan tertentu. Sudut pandangan tersebut biasanya bertumpu pada alam pikiran yang sudah mendarah daging (internalized) atau melembaga (instituzionalzed) seperti halnya ilmu pengetahuan,ideology,filsafat,dan agama.manusia memiliki kacamata atau bingkai pandangan tertentu dalam memahami,menjelaskan,menafsirkan ,hingga menyikapi apa yang terjadi dalam kehidupannya,termasuk peristiwa yang bernama bencana.
        Dalam menghadapi bencana alam yang terjadi belakangan di negri tercina,dapat di saksikan atau disimpulkan bagaimana masyarakat memandang atau menafsirkan atau mengkonstruksi bencana yang terjadi.apalagi dengan bencana gempa dan meletusnya gunung merapi yang terjadi di DIY dan jawa tengah,selalu disertai bermacam pandangan tertentu yang sangat kental,yakni pandangan mitos atau mitologis,yang memang melekat dalam budaya atau alam pikiran kolektif masyarakat jawa di daerah perdalaman jawa bagian selatan ini.sementara itu,selain mitos (mitologis),sebagaimana pada umumnya yang tardapat di wilayah lain,bencana alam di konstruksi dengan pandangan ilmu pengetahuan dan agama.

DR. H. HAEDAR NASHIR, Msi ( Ketua PP. Muhammadiyah)

(Sumber: Suara Muhammadiyah Tanggal 16-31 Agustus 2006)

....................readmore

gravatar

Dhani is a Yahudian ??? [Part 2]

Share/Bookmark

Bagi teman - teman yang pingin lihat videonnya silahkan di liat di bawah ini.....



....................readmore

gravatar

Dhani is a Yahudian ??? [Part 1]

Share/Bookmark

Apabila ditelusuri lebih mendalam ternyata SEMUA Album Dewa mengandung simbol-simbol Yahudi. Siapakah sebenarnya Dewa dan Ahmad Dhani?


....................readmore

Kalender

Banner Back Link



Untuk yang mau tukar & naruh banner seperti di atas tinggal copy & paste kode berikut

Bahasa

SMS Gratis

Pengikut